Selasa, 06 Desember 2011

Pajak dan Cukai juga Positif

Realisasi penerimaan pajak 2007 diperkirakan mencapai 13,3 persen dari PDB atau lebih tinggi dari target pada APBNP 2007 yang sebesar 13,1 persen dari PDB. Menteri Keuangan Sri Mulyani mengemukakan, realisasi PNBP diperkirakan sebesar 5,8 persen dari PDB atau lebih tinggi dari APBN P 2007 yang sebesar 5,3 persen dari PDB. 


"Hal ini dikarenakan meningkatnya penerimaan dari SDA dan juga dari laba BUMN," ujarnya.


Untuk penerimaan pajak dalam negeri, Menkeu memperkirakan akan mencapai 12,7 persen dari PDB atau lebih tinggi dari target APBN P yang sebesar 12,6 dari PDB. "Kecuali PPh non migas, semua realisasi penerimaan perpajakan lebh tinggi dari APBN P," jelasnya.


Ani merinci, untuk migas realisasi penerimaan pajak meningkat 16 persen dari target APBN P 2007, untuk non migas turun 5, 2 persen, PPN naik 2,5 persen, PBB naik 13,5 persen dan BPHTB naik 10,7 persen dari target.


Sementara Dirjen Pajak Darmin Nasution mengeluhkan perilaku masyarakat yang masih senang menumpuk pembayaran pajaknya di akhir waktu. "Sama seperti kalau siswa ujian, belajarnya baru malam harinya," katanya beranalogi.


Darmin mengatakan bahwa kendala libur juga menyebabkan proses pembayaran pajak terhambat. Dia bahkan meminta kepada Dirjen Perbendaharaan agar bank persepsi buka hingga jam sembilan malam guna memproses pembayaran ini.


Tapi mantan Ketua Bapepam-LK itu juga tidak ingin wajib pajak dirugikan dengan libur tersebut. "Sebetulnya yang tidak selesai 2 Januari itu kena denda 2 persen. Tapi kami telah membuat surat edaran agar denda tersebut tidak dipungut," paparnya.


Sedangkan untuk realisasi penerimaan cukai 2007, diperkirakan akan mencapai 110,7 persen dari target APBNP 2007. Untuk cukai pita naik 7 persen dari target, bea masuk naik 15,1 persen dan untuk cukai atau bea keluar naik 37 persen dari target disebabkan karena kenaikan harga minyak. (iw/yun)


Sumber : http://www.infopajak.com/berita/311207jps.htm

Senin, 17 Oktober 2011

Pemerintah Patut Pertimbangkan Revisi UU Perpajakan


Beragam temuan permasalah perpajakan yang mengemuka ditengah publik penyebabnya mengarah pada lemahnya aturan perundang-undangan. Apabila tidak segera dibenahi negara akan terus direpotkan dengan munculnya ‘gayus-gayus’ baru yang menggerogoti penerimaan keuangan negara dari sektor pajak.
“Saya meyakini dalam kondisi aturan sekarang akan tetap muncul gayus-gayus baru. Saya menantang Dirjen Pajak, apakah sudah perlu merevisi UU Perpajakan ini walaupun baru disahkan tahun 2008. Perubahan ini mengarah pada bagaimana negara memperoleh pendapatan sebanyak-banyaknya tapi juga memberi ruang bagi pencari keadilan,” kata Harry Witjaksono anggota Panja Pemberantasan Mafia Hukum dan Perpajakan (PPMHP) Komisi III dalam Rapat Dengar Pendapat di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (5/7/2011).
Politisi Partai Demokrat ini melihat permasalahan pajak berputar pada beberapa kasus diantaranya pembayaran bisa diatur, pemalsuan dokumen, kesalahan data. Penyelesaiannya cendrung datang dari oknum petugas pajak karena paham ada lobang dari UU Perpajakan. Hal lain penyelesaian kasus pajak melalui peradilan pajak yang tidak masuk peradilan umum baginya merupakan sistem tertutup yang tidak sesuai dengan demokrasi. Dalam revisi patut dipertimbangkan memasukkan pengadilan pajak ke dalam sistem peradilan umum.
Pendapat senada juga disampaikan anggota Panja dari FPDIP Noerdin. “Kabareskrim mengatakan dari pemeriksaan 151 perusahaan banyak yang tidak terkait kasus pidana tapi terkait ketentuan perpajakan yang domainnya Kementrian Keuangan. Ini menunjukkan seolah-olah penyelidikan terputus padahal dugaan kerugian negara banyak dilakukan oknum aparat pajak,” ujarnya.
Ia meminta dilaksanakan evaluasi perbaikan sistem kerja, pergantian peraturan yang banyak merugikan negara  dan mengakibatkan penyimpangan kerja. Ditjen Pajak menurutnya perlu menjelaskan beberapa SOP yang tidak bisa diterapkan lagi serta upaya untuk memperbaikinya.
Sementara itu Aboe Bakar Al Habsi dari FPKS mengingatkan agar Panja PMHP dapat menuntaskan pekerjan dan menyiapkan laporan yang akan disampaikan pada rapat paripurna pada akhir masa persidangan ini. “Waktu tinggal 3 pekan dan harus kita laporkan pada rapat paripurna, ada permasalah apa dalam perpajakan harus kita temukan,” tandasnya.
Ia juga meminta penjelasan kepada aparat kejaksaan yang dari informasi yang diperolehnya mengembalikan berkas 74 perusahaan terkait kasus Gayus. Baginya kondisi ini menunjukkan aparat bekerja tidak serius. Anggota Panja dari Fraksi Gerindra Martheen Hutabarat juga meminta kejaksaan serta aparat lain mencari jawaban yang sampai saat ini belum terungkap yaitu tentang kebijakan menahan Gayus di Rutan Brimob. “Yang jadi pertanyaan siapa yang menempatkan Gayus di Brimob. Fakta menunjukkan Gayus kemudian bisa berkali-kali keluar penjara.”
Dalam penjelasannya Dirjen Pajak Fuad Rahmany menyebut upaya perbaikan kedalam untuk mencegah munculnya ‘gayus-gayus’baru telah dilakukan. Ia mengembangkan Whistle blowingsistem untuk menghambat orang seperti Gayus dapat bekerja leluasa. “Sulit untuk menghilangkan oknum seperti itu tapi kita upayakan dalam waktu singkat 1 bulan saja bisa ketahuan,”katanya.
Sampai saat ini menurutnya aparat kepolisian sudah memeriksa 138 pegawai pajak yang diduga telah membantu Gayus dalam melakukan aksinya. Namun sejauh  ini hasil pemeriksaan kepolisian tidak ada bukti yang dapat menjerat mereka. Dijelaskan pula hasil pemeriksaan Irjen Kementrian Keuangan yang telah memberi sanksi kepada 19 orang petugas. Sanksi bervariasi mulai dari dibebaskan dari jabatan sampai pada berlanjut ke persidangan.
Terkait wacana revisi UU Perpajakan Fuad mengatakan siap mengkaji peraturan perundangan yang sudah tidak sesuai. “Kita harus buka diri untuk melihat kembali UU itu yang pada saat dibuat lebih banyak menekankan wajib pajak terlindungi. Kalau itu menyangkut UU akhirnya memang harus dilakukan revisi ,” jelasnya. (iky)
Sumber : http://www.dpr.go.id/id/berita/komisi3/2011/jul/06/2901/pemerintah-patut-pertimbangkan-revisi-uu-perpajakan

KPK Diharapkan Berani Masuk Sektor Perpajakan


Riski Adam

08/10/2011 15:54
Liputan6.com, Jakarta: Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Danang Widoyoko berharap, pimpinan KPK ke depan harus lebih berani menjalankan tugasnya dalam bekerja dan membasmi para koruptor.


Selain itu, pimpinan KPK juga harus berani masuk ke sektor perpajakan. Lantaran Danang menilai, sektor ini masih menjadi ladang basah bagi para koruptor untuk melakukan aksinya dengan mengambil uang negara. "Pimpinan KPK juga harus berani masuk ke sektor perpajakan. Hanya dengan ini kita bisa melakukan perubahan. Reformasi birokrasi juga akan berjalan kalau perpajakan beres," ucapnya saat diskusi Polemik yang bertema 'KPK Sesuatu Banget' di warung daun Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (8/10)


Lebih lanjut Danang juga berharap para pimpinan KPK tersebut juga lebih berani lagi terutama dalam membersihkan lembaga penegak hukum seperti polri dan kejaksaan dari tindak pidana korupsi. "Berani enggak melakukan pembersihan di lembaga penegak hukum, itu yang menjadi syarat utama," cetusnya. (ARI).

Delapan Kebijakan Perpajakan pada 2011



istimewa 
 Dibaca : 359 kali | Komentar: 0
Jakarta, Warta Kota
Pemerintah memaparkan delapan kebijakan untuk memperbaiki kinerja perpajakan pada 2011 yang diharapkan dapat meningkatkan penerimaan serta meneruskan program reformasi birokrasi pada Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Bea dan Cukai.

"Ini merupakan bentuk untuk memperbaiki dan meneruskan program reformasi serta menghentikan bentuk kejahatan dan penyimpangan sehingga dapat meningkatkan kinerja dan capaian," ujar Menteri Keuangan Agus Martowardojo dalam pemaparan di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Selasa (11/1).

Kebijakan tersebut antara lain, pemisahan fungsi pembuatan kebijakan dari Ditjen Pajak dan Badan Kebijakan Fiskal (BKF) dimana pembuatan kebijakan aturan pajak akan diambil oleh BKF dan pelaksanaan administrasi dan pengumpulan pajak tetap dilakukan oleh Ditjen Pajak.

"Ini sudah diselesaikan memisahkan kebijakan-kebijakan aturan pajak itu kita tegaskan inisiatif diambil BKF, dipisahkan dari Ditjen Pajak, yang melakukan adiministrasi dan pengumpulan pajak," ujar Menkeu.

Kemudian, penerbitan Peraturan Menteri Keuangan sebagai pelaksanaan pasal 36A KUP yaitu penegakan sanksi bagi petugas pajak yang melakukan pelanggaran hukum dalam melaksanakan tugasnya.

"Kita sudah terbitkan PMKnya. Seluruh pegawai Ditjen Pajak pada khususnya diyakini akan semakin menjalankan tugas taat asas peraturan karena akan diancam pasal 36A KUP," ujarnya.

Menkeu menjelaskan Ditjen Pajak juga telah melakukan kesepahaman dengan Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) agar pemeriksaan pajak dapat berlangsung lebih efektif.

"Di pajak pekerjaan yang besar sekali adalah pemeriksaan pajak, itu menyita waktu. Cara membuat pemeriksaan efektif yaitu melalui kerja sama IAPI, melalui Kantor Akuntan Publik yang sudah memenuhi kriteria bisa melakukan penerimaan pajak, sehingga sudah memenuhi standar yang disepakati, opini sudah wajar tanpa pengecualian, dan tidak usah diperiksa lagi oleh Ditjen Pajak," ujarnya.

Kemudian, kebijakan PPN kesetaraan perlakuan film impor dan nasional yang perlu diselaraskan dan diperbaiki serta penerbitan PP 93/2010 tentang sumbangan penanggulangan bencana nasional atau kegiatan litbang, fasilitas pendidikan, sumbangan olahraga, dan infrastruktur sosial yang bisa dipakai pengurangan pajak.

"Ini merupakan langkah khusus bagi perusahaan yang ingin melakukan tanggung jawab sosial perusahaannya pada bidang pendidikan, olahraga, sehingga bisa memperoleh fasilitas fiskal," ujar Menkeu.

Menkeu juga memaparkan mengenai penerbitan PP 94/2010 tentang penghitungan penghasilan kena pajak dan pelunasan PPh dalam tahun berjalan mengenai pembebasan PPh.

"Ini merupakan tax holiday, dan Menkeu memberikan fasilitas tax holiday untuk para investor yang memenuhi kriteria khusus," ujarnya.

Menurut Menkeu, para investor yang dapat diberikan tax holiday adalah industri pionir yang memberikan lapangan kerja tinggi, memperkenalkan teknologi baru, masuk di daerah-daerah terpencil dan terbelakang, serta industri yang memberikan nilai tambah.

"Industri yang memiliki nilai strategis bagi perekonomian nasional. Misalnya industri agrikulture, yang mempunyai nilai tambah memproses kelapa sawit, karet, kakao dan kalau bisa hiliriasi serius, industri baru, tentu kita akan coba. Di kemenkeu sangat berhati-hati memberikan fasilitas ini, meyakinkan investornya memiliki komitmen dan kapasitas investasi," ujarnya.

Pemerintah juga melakukan penyederhanaan prosedur pembebasan Pph 22 impor atas impor barang sehingga importir tidak perlu pulang pergi menyelesaikan kegiatan impor.

Terakhir, pemerintah melakukan perlakuan perpajakan untuk penyederhanaan birokrasi dalam penyaluran bantuan hibah sumbangan dengan pelimpahan wewenang kepada Ditjen Bea dan Cukai.

"Sehingga ketika ada bantuan kepada Indonesia dan ditujukan kepada daerah bencana bisa disetujui perlakuan perpajakannya dengan cepat," ujar Menkeu. (ant/ce1)